contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Sabtu, 27 Maret 2010

LONDON  - Mendengarkan musik atau menonton DVD dinilai telah menjadi fokus kehidupan spiritual bagi sebagian masyarakat. Menurut akademisi University of Leicester, Dr Clive Marsh musik dan film bagi masyarakat modern seolah telah menjelma menjadi sebuah agama.

Mendengarkan musik dan menonton video telah menjadi 'ibadah' rutin masyarakat modern. Marsh mengatakan forum penggemar musisi di dunia maya kini tak hanya membahas masalah lirik tapi juga mengeksplorasi unsur filosofi dan moral yang terjadi di dunia modern saat ini.

Marsh mempelajari hubungan antara agama dengan budaya popular (Popular Culture) selama 15 tahun. Ia mengumpulkan studi tentang pentingnya musik dalam kehidupan masyarakat. Demikian dilansir Telegraph, Jumat (25/3/2010).

"Anda dapat melihat banyak orang saat ini mendengarkan musik melalui iPod dan menikmati dunianya masing-masing," kata Marsh.

"Saya sangat tertarik untuk meneliti tentang cara orang mengartikan musik, dan apa yang mereka lakukan dengan musik," tambah Mars.

Berangkat dari pemikiran tersebut, Marsh meneliti sekira 200 orang di Inggris dan Amerika Serikat. Awalnya, Mars berinteraksi dengan penggemar grup band rock asal Irlandi U2.

Dari penelitian tersebut, Marsh menemukan bahwa komunitas penggemar tak hanya berbicara mengenai musik, Film atau TV, tapi mereka juga mencoba untuk merefleksikan apa yang mereka dengar dan menerapkannya dalam kehidupannya dan membantu mereka untuk mengembangkan pandangan poltik, moral dan Agama.

0

0

Hasil penelitian yang diadakan tim psikolog dari Universitas St Andrews, Inggris, belum lama ini menunjukkan, pria dengan bentuk wajah lebar memiliki karakter tidak bisa diandalkan atau tidak dapat dipercaya. Sebagai gambaran, pria seperti David Tennant lebih bisa dipercaya daripada juri American Idol Simon Cowell.Penelitian ini melibatkan sejumlah pria untuk mengikuti gim komputer dengan tujuan mendapatkan uang. Permainan ini memberikan ruang bagi pesertanya untuk saling mempercayai partisipan atau bahkan mengeksploitasi rekannya.
Ketika permainan tersebut akan dimulai, setiap peserta ditunjukkan foto wajah tanpa ekspresi partisipan lain. Setiap peserta harus memilih partisipan mana (berdasarkan foto tersebut) untuk kemudian dijadikan rekan yang dipercaya menggunakan uang atau tidak. Tujuan akhirnya adalah mengejar sejumlah hadiah uang, dengan kerja tim.
Kepala peneliti Michael Stirrat mengatur permainan tersebut untuk menyelidiki apakah ada hubungan antara persepsi tentang kepercayaan dengan perilaku. Hasilnya, ditemukan bahwa sejumlah pria partisipan lebih percaya untuk memberikan uang kepada pria berwajah lebih tirus.
Stirrat mengatakan, pada umumnya masyarakat membuat penilaian instan kepada orang asing, apakah harus mempercayainya atau waspada terhadapnya. Penelitian terhadap sejumlah pria ini mencoba membuktikan basis atas persepsi masyarakat tersebut.
Yang perlu disimak adalah, teori evolusi seleksi seksual memprediksikan wajah pria memberikan sinyal apakah dia dominan secara fisik, dan kemungkinan mengeksploitasi. Hasil penelitian ini membuktikan pria dengan wajah lebih lebar memiliki kecenderungan mengeksploitasi kepercayaan dari orang lain, dengan tujuan mendapatkan uang untuk dirinya sendiri.
Meski begitu hasil ini tidak bisa dijadikan kesimpulan akhir, karena penelitian masih berlanjut. Menurut Stirrat hasilnya memang penting namun perlu juga dipahami bahwa tak selamanya pria berwajah lebar itu jahat. Pada jenis permainan lain, pria berwajah lebar lebih cenderung mengorbankan uangnya untuk orang lain.
Penilaian ini tak berhenti sampai di sini. Namun menurut si peneliti, fakta yang muncul adalah pria berwajah lebar punya dua kecenderungan pilihan. Pria dengan ciri fisik ini memiliki kapasitas untuk menjalani jalur kriminal dan atau aparat penegak hukum. Sederhananya: menjadi penjahat, atau polisi.

0

Pages

About Me

Foto saya
ENREKANG, SUL-SEL, Indonesia
Subscribe to Feed


Video Gallery

Followers